Kesabaran Nenek Cileung Sebagai Pedagang Bongko

Maksud dari Cileung disini adalah nama dari sang nenek yang saya kunjungi kerumahnya dan saya pun sekalian meminta izin kepada nenek Cileung akan saya tulis kehidupan nenek sebagai artikel diblogg saya, syukurlah ternyata nenek Cileung bersedia untuk saya tulis diartikel ini.

Mungkin sebagian sobat pembaca bertanya apaitu Bongko? Yang dimaksud dengan bongko adalah suatu makanan yang terbuat dari beras yang dibungkus menggunakan daun pisang dengan cara digulung dan daun pisang yang digunakan pun jangan asal daun, karena tidak semua daun pisang bisa untuk dijadikan proses pembuatan lontong.

Daun pisang yang digunakan untuk pembuatan lontong haruslah dari daun pisang batu yaitu pisang yang ada bijinya didalam pisangnya tersebut, bisa juga menggunakan daun pisang saba, karena daun dari kedua pisang tersebut sangatlah kuat untuk pembungkus atau untuk proses pembuatan bongko (lontong).

https://www.sukaratu.com/2021/01/Kesabaran-Nenek-Cileung-Sebagai-Pedagang-Bongko.html
Kesabaran Nenek Cileung Sebagai Pedagang Bongko

Jika menggunakan daun pisang selain pisang biji (pisang batu) dan pisang saba contohnya; jika menggunakan daun pisang muli atau daun pisang selain kedua pisang yang telah disebutkan diatas tidak akan bisa untuk dijadikan pembungkus untuk bongko (lontong).

Biasanya bongko disajikan pada pagi hari untuk sarapan dengan ditambahkan sayur lodeh atau mumbu lengko serta ditambah kerupuk, mie putih, tukul dan juga kacang. Akan tetapi pembahasan kali ini bukan tentang masakan atau pun makanan, tetapi pembahasan kali ini tentang nenek Cileung yaitu tentang ?

Kesabaran Nenek Cileung Sebagai Pedagang Bongko

Nenek Cileung selalu bersyukurlah dengan segala yang diupayakan dengan sisa-sisa tenaga yang kian hari semakin melemah dikarenakan faktor usia yang terus berjalan dengan bergulirnya waktu, apapun pekerjaannya nenek Cileung selalu bersikap apresiatif.

Inilah cara nenek Cileung setiap hari mencari uang dengan menjual bongko (lontong) dipagi hari sebagai makanan untuk sarapan, terkadang uang yang diperoleh untuk beberapa waktu ini bahkan lebih sedikit uang yang diperoleh oleh nenek Cileung.

Selanjutnya, saat ini sedang terjadi pandemi Coronavirus (Crown). Memang, janganlah merengek terus menerus karena jika kita sering mengomel maka akan memperburuk keadaan, Sedangkan nenek Cileung sebagai pedagang sejak dulu tidak mendapatkan dana bantuan modal yang sudah ditetapkan dari pemerintah yang besarnya Rp.2400.000,-

RELATED:

Sebelum melanjutkan, izinkan saya untuk menyambut para pengguna komposisi saya yang tidak berguna. Teman-teman yang terkasih, apa kabar? . . . . . . Idealnya respon yang tepat adalah sesuai yang saya perkirakan, tepatnya informasinya, kalian semua sehat-sehat saja.

Untuk teman yang hidup dalam ekonomi yang lebih baik dari yang diantisipasi. Begitu pula, andal menunjukkan batasan, sahabat, yang kondisi perekonomiannya tidak begitu ideal. Lakukan apa pun agar tidak terlalu terbayang untuk waktu yang terbuang dalam beban hidup, lanjutkan saja dengan hidup Anda sebagaimana mestinya. Hidup saat ini adalah kenyataan.

Lanjut ke cerita nenek Cileung Sebagai Pedagang Bongko

Walaupun Nenek Cileung tidak mendapatkan bantuan modal yang besarnya Rp.2400.000,- tetapi Nenek Cileung yang selalu menyerahkan kepercayaan dan melengkapi keyakinannya kepada Allah. nenek Cileung berkata Insya Allah hasil dari menciptakan keyakinan kepada Allah adalah bahwa mudah bagi nenek Cileung untuk menyerahkan setiap masalah kepada-Nya, untuk menaruh kepercayaan-Nya dan menggenggam penegasan-Nya.

Sebenarnya nenek Cileung sangat berharap untuk mendapatkan dana bantuan modal yang khusus diberikan kepada para pedagang, akan tetapi nenek Cileung tidak mau banyak protes karena kawatir akan adanya keributan/ rusuh, maka dari itu nenek Cileung saat ini hanya bisa pasrah walaupun penghasilan dari jualan bongko hanya berjualan dipagi hari saja karena bongko (lontong) umumnya orang kampung hanya untuk sarapan diwaktu pagi saja.

Saya mengenal nenek Cileung sudah cukup lama, nenek Cileung dan suaminya yaitu kakek Waslam sangatlah baik. Jika aku berkunjung kerumahnya walaupun aku tidak membawa buah tangan (tidak membawa apa-apa). Nenek Cileung beserta kakek Waslam selalu baik kepada ku dengan memberikan aku kopi dan makanan layaknya tamu. Aku terkadang merasa malu pada diri ku sendiri karena aku hanya datang berkunjung tidak membawa apa-apa untuk nenek Cileung dan kakek Waslam.

Istilah perjuangan hidup tidak mengenal akan batas usia, kakek Waslam dan Nenek Cileung masih tetap semangan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya walaupun tidak mendapatkan dana batuan modal untuk berdagang yang besarnya Rp.2.400.000,-

Sedangkan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-harinya, Kakek Waslam biasa mencari ikan atau belut dipesawahan untuk dijadikan laukpauk ketika makan, jika sedang beruntung Kakek Waslam mendapatkan banyak ikan terkadang belut yang nantinya bisa dijual kepada tetangganya/ Itupun kadang-kadang.

https://www.sukaratu.com/2021/01/Kesabaran-Nenek-Cileung-Sebagai-Pedagang-Bongko.html
Kakek Waslam

Kakek Waslam dengan tenaga semakin melemah karena faktor usianya masih harus mencari kayu dikebun untuk bahan bakar pawon yang dijadikan alat untuk memasak bongko (lontong). Sedangkan menurut nenek Cileung untuk memasak bongko (lontong) harus membutuhkan waktu 4 jam jadi harus membutuhkan banyak kayu bakar. Jadi tinggal bayangkan saja berapa banyak kayu bakar yang harus diperlukan untuk memasak lontong (bongko) selama 4 jam.

Kakek Waslam walaupun sudah tua masih mampuh mengendarai sepedah motor walau pun motor bodol masih kuat untuk mengangkut kayu bakarnya dari hasil memungut dari kebun bahkan terkadang kayu bakarnya harus dibeli kalau sipemilik kebun tidak bersedia jika kayu renceknya dipungut secara geratis.

Sedangkan Nenek Cileung dirumah yang bangunan rumahnya sudah sangat tua yang hanya beralaskan tanah Nenek Cileung mempersiapkan proses pembuatan bongko yang nantinya dimasak pada sore hari dari jam 6 petang sampai jam 10 malam untuk dijual dipagi harinya.

Untuk mempersiapkan dagangannya Nenek Cileung jam 2 malam sudah bangun karena harus memasak sayur lodeh dan bubu bongko untuk dipersiapkan pada dagangannya supaya masih hangat saat pembeli mulai datang sekitar jam 6 pagi.

Mendengar pernyataan dari nenek Cileung yang setiap harinya bekerjakeras dan selalu bangun jam 2 malam saya merasa malu kepada diriku sendiri yang bangun tidurnya selalu siang.

Dengan adanya artikel ini sebenarnya dengan penuh harapan kakek Waslam mendapatkan bantuan berupa gerobak dorong untuk jualan, karena saat ini yang berjualan hanyalah Nenek Cileung dengan menggunakan meja pada depan rumah itupun cuma dipagi hari saja.

Kakek Waslam memiliki rencana jika mendapatkan bantuan gerobak dorong bisa untuk berjualan keliling sepanjang hari, jadi dengan cara seperti itu bisa untuk menambah penghasilan yang sekarang masih jualan pada meja pada waktu pagi saja karena tidak memiliki gerobak dorong untuk juawal keliling.

Kiranya sekian oret-oresan dari saya, jika bersedia tinggalkan jejak dan jika tidak berkenan abaikan saja.

RELATED:

Thank you . . .

0 Response to "Kesabaran Nenek Cileung Sebagai Pedagang Bongko"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel